Posts

Anak Ngambek

Hari ini anak perempuanku ngambek. Sejak beberapa hari lalu dia memintaku membuatkannya sebuah puisi untuk keperluan PK2 (sejenis MOS) tetapi aku nggak mengabulkannya. Biarlah dia belajar, pikirku. Nggak lucu seorang mahasiswa nggak bisa bikin puisi. Lagi pula, puisi yang dibuat tidak harus berkualitas sastra yang tinggi. Menurutku, membuat puisi asal puisi, dan dia harus tau bahwa menulis puisi itu gampang-gampang susah. Gampang kalau kita mau, susah kalau kita nggak mau. Sebenarnya, dia bukan tidak bisa menulis, tetapi dia belum berhasil menyingkirkan hambatan besar dalam dirinya. Menulis puisi kan kerja kreatif? Idealnya kegiatan mencipta semacam ini tidak perlu dibebani pikiran-pikiran seperti: betul atau salah. Idealnya penulis memiliki sikap percaya diri yang cukup sehingga dapat menuangkan segala pikiran, perasaan, keinginan, cita-cita, dan lain-lain itu ke dalam tulisan. Karya puisi hanyalah salah satu bentuk karya tulisan sedangkan isinya adalah pemikiran. Jadi, menurutku,

Hujan Bernyanyi

Hujan bernyanyi. Sebuah gitar tua bercumbu dengan jemariku yang kaku demi sebuah lagu. Lama sekali terkurung kesendirian yang menusuk hati, bertubi-tubi, tanpa pernah kaumengerti hidup tak berarti. Hujan bernyanyi. Mesti kusadari ini bukan derai air mata melainkan nada yang terindah dan penuh arti. Aku bernyanyi, dalam sunyi, aku masih ingin berarti meski tanpa dirimu di sisi. 26 Maret 2015

Bisikan Daun

Masih tengah hari, ketika dirimu larut dalam pesona bunga-bunga di taman, daun-daun membisikkan ketakberdayaan memerankan karakter yang seharusnya ditulis sendiri. Warna kesukaan ternyata tak pernah dimiliki untuk selamanya. Sinar matahari meredupkannya perlahan tapi pasti, menuntunmu pada senja yang sunyi dan temaram. Teringat lagi, jadwal kepulangan yang beberapa waktu sempat kaulupakan,yang menghampiri kuncup, yang secepat kilat mengeringkan dedaunan hijau dan terlepas dari tangkai kerinduan, menetaskan kecemasan, masih tak ada kepastian. Simpang, Maret 2015

Aku Mengharapkanmu

Sungguh. Aku mengharapkanmu layaknya ufuk menyambut matahari. Kuingin kita bersama lagi menelusuri alam yang luas ini, sejiwa dan sehati, menikmati pena yang menari-nari, mensyukuri halaman kertas warna-warni dan tidak kosong lagi, lalu tersenyum memandang wajah sendiri. Mungkinkah dirimu sudi menempati kembali singgasana yang hanya dirimu yang memiliki? Simpang, 12 Maret 2015